Berita Teraktual
Selasa, 16 Juli 2024
https://realtimenews.id-Jakarta
Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 10 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif, Senin 15 Juli 2024, sesuai SIARAN PERS Nomor: PR – 593/041/K.3/Kph.3/07/2024
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Mat Hadi bin Sarnubi dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, yang disangka melanggar 362 KUHP tentang Pencurian.
Kronologi bermula saat Tersangka Mat Hadi bin Sarnubi sedang berjalan kaki seorang diri pergi ke warung milik korban Winarti Wulandari, sesampainya di warung milik korban, tersangka melihat pintu depan ruang tamu langsung memanggil-manggil berkali-kali dengan mengatakan “belanja” sebanyak tiga kali namun tidak ada yang menjawabnya sehingga tersangka pun menuju ke pintu depan ruang tengah.
Menurut keterangan, Tersangka Mat Hadi bin Sarnubi melihat ke arah meja ruang tamu dan terdapat dua unit handphone merk Oppo A15 warna hitam dan merk Oppo A16 K warna putih. Melihat hal itu, timbul niat tersangka untuk mengambil 2 (dua) unit handphone tersebut.
Setelah berhasil mengambil kedua handphone tersebut, tersangka pun langsung pulang ke rumahnya yang beralamat di Dusun 01 RT.011 No.50 Desa Ulak Rengas Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Utara, lalu menjual kedua barang hasil curiannya tersebut kepada Sdr. DEP (DPO) dan Saksi Muhammad Rojikin bin Sukanta, hingga mendapatkan uang sebesar Rp800.000.
Bahwa tujuan Tersangka Mat Hadi bin Sarnubi melakukan pencurian kedua barang tersebut yaitu untuk dijual dan uang dari hasil perbuatannya itu akan Tersangka pergunakan untuk membeli pakan ikan nila dan keperluan Tersangka sehari-hari.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Utara Mohamad Farid Rumdana, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Eva Meilia, S.H., M.H. dan Satriansyah, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Utara mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung I Gede Ngurah Sriada, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 15 Juli 2024.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui beberapa perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:
Tersangka Raisal als Isal Simanulang bin N. Simanulang dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 tentang Pengancaman.
Tersangka Digto Utama bin Eddy Unang dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, yang disangka melanggar 362 KUHP tentang Pencurian jo. Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga.
Tersangka Andi Dwi Prasetyo bin Kurwasis dari Kejaksaan Negeri Metro, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 atau ke-2 KUHP tentang Penadahan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (A2TP)