Berita Teraktual
Selasa, 30 Juli 2024

https://realtimenews.id-Ketapang
Ketua Organisasi Kaderisasi Keanggotaan ( OKK ) Bapak IIP Gozali yang didampingi oleh Ketua DPD Kabupaten Ketapang Bapak Wahyudin dan Bapak Kepala Desa Selimatan Jaya – Kecamatan Kendawangan – Kabu Ketapang – Provinsi Kalimantan Barat telah menindaklanjuti secara berkas dan juga lisan kepada pihak perusahaan untuk oknum karyawan perusahaan swasta tersebut.
Didalam pelaksanaannya – silaturahmi dan koordinasi pihak perusahaan menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada atasan tertinggi sebagai bentuk tanggungjawab nya ( perusahaan ), meski oknum karyawan perusahaan tersebut telah terbukti bersalah dengan bukti serta saksi yang dicantumkan didalam berkas berkas team kuasa hukum pihak Sauda Ericks. Team kuasa hukum juga sepakat bahkan komitmen terus menjalankan program kerja ( backup hukum ) dengan tiga pasal tuntutan, yaitu :
- Tuntutan Pidana Untuk Karyawan Perusahaan
- Penyalahgunaan Wewenang Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara
- Pasal untuk Menjerat Penyebar Hoax
Hal ini antara lain diatur dalam Pasal 15 UU Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi (“UU TPE”). Menurut ketentuan Pasal 15 UU TPE, yang dapat bertanggung jawab terhadap tindak pidana ekonomi yang dilakukan korporasi atau badan yakni:
1. Badan hukum atau korporasi;
2. Orang yang memberi perintah atau bertindak sebagai pemimpin tindak pidana;
3. Badan hukum atau korporasi dan orang yang memberi perintah atau bertindak sebagai pemimpin tindak pidana.
Selain itu, Pasal 51 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga menjelaskan mengenai pertanggungjawaban pidana ini yang pada umumnya disebut sebagai doktrin vicarious liability:
1. Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
2. Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
Dengan demikian, apabila perbuatan tersebut:
1. Dilakukan di luar kewenangannya (karyawan) dan bukan dalam jabatannya; dan
2. Dilakukan tanpa perintah atasan.
Maka karyawan tersebut dapat dituntut secara pribadi baik secara perdata maupun pidana. Namun, SEPANJANG perbuatan tersebut dilakukan memang berdasarkan tugas dan kewenangannya dan berdasarkan perintah atasan maka perusahaanlah yang bertanggung jawab.
Dalam hal ini apabila perusahaan tersebut berbentuk Perseroan Terbatas (“PT”) maka yang dapat mewakili PT baik di dalam maupun di luar pengadilan adalah Direksi (lihat Pasal 1 angka 5 jo. pasal 98 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).
1. Manusia sebagai penanggungjawabnya (KUHP);
2. Korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, tetapi pertanggungjawaban pidana masih dibebankan pada pengurus korporasi;
3. Korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, tetapi pertanggungjawaban pidana dibebankan kepada “mereka yang memberikan perintah” dan atau “mereka yang bertindak sebagai pimpinan”;
4. Korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, tetapi pertanggungjawaban pidana dibebankan secara rinci, yaitu: pengurus badan hukum, sekutu aktif, pengurus yayasan, wakil atau kuasa dari perusahaan yang berkedudukan di luar Indonesia dan mereka yang sengaja memimpin perbuatan yang bersangkutan;
Jadi, dalam hal ini apabila tindakan yang dilakukan oleh karyawan masih dalam lingkup tugas dan kewenangannya, maka perusahaanlah yang bertanggung jawab.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 73)
2. Undang-Undang Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekon. (Red)
sumber: Ketua Umum FKWI & BGN – Surya Sena Managemen