
Berita Teraktual-Bogor
Masjid ini diperkirakan dibangun sekitar tahun 1800an oleh salah seorang ulama dari Lebak Banten yang menetap di Cileungsi Bogor, bernama Raden Muhammad Yusuf bin Syekh Mohammad Alim yang merupakan keturunan dari Syekh Abdul Karim Banten sampai ke Mbah Ratu Galuh Pakuan Bogor. Sedangkan Isteri dari Raden Muhamad Yusuf bernama Raden Siti Murtasiah binti Raden Kartawijaya (Djuragan Narun) Garis keturunan Sayyidina Husen ra cucu Rasulullah SAW. Raden Yusuf mempunyai anak, Raden Marfu, Raden Manshur, Raden Bakri, Raden Mustofa, Raden Kohar.
Hajjah Titi salah satu keturunan Raden Syekh Haji Manshur, menuturkan Pada awal mulanya Raden Haji Muhammad Yusuf berdakwah dilingkungan masyarakat kampung kaum dengan membaur bersama masyarakat sekitar, kemudian lambat laun pengaruhnya dilingkungan masyarakat menjadi sangat dihormati sebagai seorang tokoh ulama yang sangat disegani disaat bersamaan, datang pejabat Belanda urusan pribumi yang berkuasa di wilayah Cileungsi untuk menawari beliau jabatan sebagai Penghulu Agama, sebelum menerima tawaran tersebut beliau mengajukan syarat kepada pejabat Belanda tersebut agar dibangunkan sebuah Masjid untuk kepentingan masyarakat Cileungsi dan Sekitarnya.
Pejabat Belanda tersebut menyanggupi syarat dari Raden Haji Muhammad Yusuf. Dengan bantuan dana dari Tuan tanah Cileungsi yaitu Perusahaan Michiels Arnold Landen dikerjakan bersama-sama masyarakat sekitar juga, maka dibangunlah sebuah Masjid Besar yang memiliki Arsitektur Bangunan unik bergaya campuran Eropa, Tionghoa, dan Lokal yang diberi nama Masjid Kaum yang pada perjalanannya berganti-ganti nama. Salah satunya pernah bernama Masjid Al Huda kemudian Nurul Huda sampai akhirnya menjadi Masjid Al Manshur.
Sepeninggal Raden Haji Muhammad Yusuf bin Syekh Mohammad Alim, kepengurusan Masjid dan status Penghulu Agama diserahkan kepada Putranya yang bernama Raden Haji Manshur atau yang lebih dikenal dengan nama Syekh Manshur / Penghulu Manshur.
Penghulu Manshur sebagai seorang Tokoh Ulama Kharismatik, semasa hidupnya memiliki Pengaruh yang sangat besar dilingkungan Masyarakat Cileungsi, beliau juga mendirikan sebuah Pondok Pesantren atau Majelis agama untuk masyarakat yang ingin menimba ilmu agama islam lebih mendalam. Banyak santri yang tidak hanya berasal dari wilayah Cileungsi namun juga dari berbagai daerah lain diluar Cileungsi.
Atas ketokohan dan jasa yang luar biasa dari Penguhulu Manshur, masyarakat Cileungsi jadi terbiasa menyebut Masjid itu dengan sebutan Masjid Al Manshur, maka nama Masjid Kaum Cileungsi berganti nama menjadi Masjid Al Manshur seiring perkembangannya.
“Setelah Penghulu Manshur wafat, yang menjadi Penerus berikutnya adalah Mama KH. Siradz putra dari Penghulu Manshur yang masyarakat kenal dengan sebutan Ama Siradz. Beliau meneruskan kepengurusan Masjid ini dengan menjadi seorang Imam dan Pengajar agama. Sama seperti para pendahulunya beliau memiliki Kharisma yang luar biasa sebagai seorang Tokoh agama, namun hidup dalam kesederhanaan sehingga beliau sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat Cileungsi,” ujarnya.
Lanjut Hajjah Titi, Masjid Al Manshur terkena dampak dari pelebaran jalan nasional yang dibangun Pemerintah pada tahun 1990. Jalan tersebut menghubungkan Cibubur sampai ke Cileungsi sehingga berdampak kepada bangunan Masjid, pelebaran jalan sampai ke teras Masjid. Sehingga Masjid harus direlokasi ketempat lain. Setelah dimusyawarahkan maka Masjid dipindahkan ke lahan Lapangan Bola ex Alun-alun lama, posisinya berada di barat daya dari Masjid lama. Setelah dibangun Masjid yang baru, namanya dirubah menjadi Masjid Al Muqorrobun.
“Namun agar tidak menghilangkan nilai sejarah dari bangunan Masjid yang lama, maka Masjid yang baru tetap memakai nama Al Manshur. Yang kemudian di gabung menjadi Masjid Kecamatan Cileungsi dinamakan Masjid Agung Al – Manshurunal Muqorrobun,” tutup Hajjah Titi di kediamannya, Senin(17/02/2025).
(Red/Sky)